BAJENG – Berbagai upaya meningkatkan produksi padi dilakukan di Kabupaten Gowa, salah satunya dengan mengembangkan metode Internsifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO).

Metode ini sudah diuji coba sejak 2008 di 15 lokasi pada delapan kecamatan di Gowa, yaitu pada musim tanam gadu, produktivitas yang dicapai antara 7,68 – 11,20 ton per ha (hetare) GKP (gabah kering panen) atau 6,52 – 9,52 ton/ha GKG (gabah kering giling). Pada musim tanam 2008/2009 IPAT-BO diuji coba di 18 kecamatan di 147 desa/kelurahan dengan lokasi seluas 336 ha, produktrivitasnya mencapai 8 – 10 ton/ha GKP atau 6,8 – 8,5 ton/ha GKG.

“Metode IPAT-BO ini merupakan teknologi alternatif meningkatkan produktivitas, setelah diuji coba, hasilnya lebih besar dibandingkan metode non IPAT-BO,” ujar Wakil Bupati Gowa, H. Abd Razak Badjidu saat panen padi demplot IPAT-BO musim tanam 2011/2012, di Balai Pertanian Tanaman Pangan, Limbung, Gowa, Selasa (3/4), didampingi Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Asriawan Umar, Kepala Kantor Ketahanan Pangan Gowa, Syamsul Rijal, sejumlah penyuluh lapang pertanian dan aparat pemerintah setempat.

Dikatakan, untuk mendorong peran serta petani dalam kegiatan produksi, diperlukan alih teknologi berdasalkan kondisi lokasi yang spesifik untuk itulah dilakukan uji coba setiap musim tanam. Dengan penggunaan metode tersebut, produksi petani bisa meningkatdan menekan biaya produksi karena IPAT-BO merupakan teknologi hemat air, bibit dan pupuk organik.
Program ini sukses diuji coba, melibatkan anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bintara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) serta Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).

IPAT-BO adalah sistem produksi holistik dan terencana dengan menitikberatkan pemanfaatan kekuatan biologis tanah dan tanaman untuk melipatgandakan hasil. Teknologi ini memaksimalkan potensi tanaman dan potensi tanah untuk mendapatkan hasil yang maksimal, menghemat benih sampai 25 persen, menghemat pemakaian air hingga 30 persen karena tanpa genangan (aerob), memakai pupuk organik (pupuk kandang, kompos atau jerami yang bisa dihemat sampai 50 persen, tanaman teratur dan tidak menggunakan cara tanam mundur (tandur) tetapi cara maju..

Sementara itu, Muhammad Said, petugas yang menangani produksi pertanian memaparkan hasil uji coba demplot IPAT-BO dan non IPAT-BO. Dari kedua hasil uji coba tersebut nampak selisih produksi serta nilai yang yang cukup besar.

Pada sampel ubinan I dengan metode IPAT-BO, jumlah rumpun 27, jumlah anakan/rumpun rata-rata 24, jumlah bulir/malai 148 biji, berat ubinan 3,8 kg, produktivitas 60,8 kuintal/hektare (Ku/ha), produksi 6,08 ton per ha GKP (gabah kering panen), jika dikonversi ke GKG (gabah kering giling) 5,26 ton/ ha. Keuntungan per hektare 5.260 kg x Rp 3.300 = Rp 17.358.000.Sedangkan pada sampel ubinan II non IPAT-BO jumlah rumpun 189, jumlah anakan/rumpun 11, jumlah bulir/malai 133 biji, berat ubinan 3,5 kg, produktivitas 56 ku/ha, produksi 5,6 ton/ha GKP, keuntungan/ha GKP 4.850 x Rp 3.300 = Rp 15.987.048. (*)

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.

26 + = 35